Kalangan medis telah lama mengetahui
bahwa menghirup asap rokok dari perokok, atau yang disebut merokok pasif,
berbahaya bagi kesehatan. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 senyawa kimia
dan lebih dari 60 di antaranya diketahui atau diduga menyebabkan kanker. Selain
itu, seperti halnya dengan “merokok aktif”,
merokok pasif juga meningkatkan risiko penyakit jantung dan pernapasan.
Pada ibu hamil, merokok pasif meningkatkan risiko melahirkan anak dengan berat
badan lahir rendah, rentan terhadap infeksi pernapasan, dan
memiliki gangguan
perilaku. Studi terbaru menambahkan satu lagi masalah yang dapat
ditimbulkan oleh merokok pasif: gangguan pendengaran pada remaja.
Sebuah penelitian terhadap lebih
dari 1.500 remaja AS yang berusia 12- 19 tahun menunjukkan bahwa merokok pasif
berdampak langsung merusak telinga anak-anak muda. Semakin besar paparan,
semakin besar kerusakan yang ditimbulkan. Pada beberapa kasus, kerusakan
tersebut cukup mengganggu kemampuan seorang remaja untuk memahami
pembicaraan. Demikian laporan studi tersebut, yang diterbitkan
dalam jurnal khusus bedah leher dan kepala, Archives of
Otolaryngology (7/2011).
Asap rokok meningkatkan risiko
infeksi yang menghalangi suplai darah halus ke telinga sehingga dapat
menyebabkan kerusakan kecil tapi fatal. Namun, belum diketahui dari studi
tersebut berapa banyak paparan asap rokok yang berbahaya dan kapan kerusakan
dapat terjadi. “Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menunjukkan hubungan
sebab-akibat, namun sementara ini untuk melindungi pendengaran dan kesehatan
anak-anak Anda, sangat dianjurkan untuk tidak merokok di sekitar mereka”, kata
Dr Michael Weitzman, salah seorang peneliti.
Dalam studi tersebut, sekitar 40%
dari 800 remaja yang telah terpapar asap rokok terdeteksi memiliki masalah
pendengaran, dibandingkan hanya sekitar 25% dari 750 remaja yang tidak
terpapar. Menariknya, lebih dari 80% remaja-remaja tersebut tidak
menyadari bahwa mereka memiliki masalah pendengaran. Kehilangan pendengaran
ringan memang tidak selalu disadari oleh setiap orang. Namun, tes pendengaran
secara jelas mengungkapkan bahwa mereka mengalami kesulitan mendengarkan suara
berfrekuensi tinggi dan rendah. Jenis gangguan pendengaran ini umumnya hanya
terjadi pada orang-orang lanjut usia atau pada anak yang terlahir tuli.
Remaja-remaja yang memiliki masalah
pendengaran tersebut dapat kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah dan rentan
dituduh secara salah sebagai “biang kerok” atau salah didiagnosis sebagai ADHD.
Untuk mengatasi masalah pendengaran mereka, mereka harus menggunakan alat bantu
dengar.
Ditulis oleh dr
Salma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar