Ada kisah di setiap langkah kakimu
dan di tiap dentang waktu. Pun itu selalu ada cerita dari setiap benda yang
kamu punya. Seperti saya punya cerita tetang kacamata yang setia membantu saya
melihat dunia :)
Sejak pertama kali menggunakan
kacamata di kelas VI SD, kacamata saya tidak pernah berumur panjang. Baru
beberapa bulan, kacamata saya pasti akan beregenerasi alias diganti. Kacamata
saya sering hilang, pecah karena jatuh, bahkan pernah patah terbelah dua karena
saya duduki. Nah, karena itu selama hampir sepuluh tahun bersama dua kaca ajaib
ini, kacamata saya sudah sampai di generasi ke-17. Alias, saya sudah ganti
kacamata sebanyak 17 kali -,-"
But, this post will not talking
about how pathetic my glasses's fate. Postingan saya kali ini akan bercerita
tentang hal spesial di balik kacamata saya. Berharap cerita ini bisa betmanfaat
dan menginspirasi pembaca semuanya :)
Alright. Banyak yang bilang saya
adalah orang yang perfeksionis dan selalu ingin semuanya detail. Tapi, di balik
semua itu saya juga orang yang ceroboh dan super duper pelupa. Ditambah lagi,
saya orang yang gampang tidur di mana saja a.k.a pelor, nempel-molor :D
Kebiasaan pelor ini sering sekali
muncul kalau sedang belajar. Jadi, sudah biasa bagi saya saat belajar tiba-tiba
ngangguk-ngangguk ngantuk. Apalagi saat saya duduk di bangku SMA, saya jarang
tidur di kasur. Biasanya saya tidur di meja belajar masih dengan posisi buku
terbuka, pulpen di tangan, dan kacamata masih dipakai.
Uniknya, saat bangun tidur tidak ada
yang berubah dari posisi tubuh saya dan benda di atas meja kecuali kacamata.
Setiap bangun tidur, kacamata saya pasti sudah terlipat rapi di sudut meja, di
dalam lemari, atau bahkan di dalam kotak kacamata di dalam tas.
Do you know who did it? Ibu atau
Bapak saya. Yap, sejak pertama kali pakai kacamata sampai saat ini saya punya
kebiasaan tidak mencopot kacamata saat tidur-tiduran. Apalagi kalau ditambah
kebiasaan saya baca sebelum tidur, pasti kacamata tetap menempel di batang
hidung saya yang seiprit ini dan baru akan aman kalau dipindahkan Ibu atau
Bapak.
Dua hari lalu Ibu kembali menceramahi
saya untuk membuka kacamata sebelum tidur, diam-diam ada hal berbeda yang saya
rasakan. Entahlah, mungkin pengaruh sisi melankolis atau juga karena faktor
diri yang semakin menyadari betapa sudah "tua"nya diri saya sebagai
anak. Ketika saya heboh kehilangan kacamata yang ternyata dibenahi Ibu saat
saya terlelap, sejenak terlintas dalam pikiran "saya belum berubah di usia
yang sudah berinduk dua".
Melepaskan kacamata saat seseorang
tertidur memang hal yang teramat simpel. Tapi bagi saya, itu seperti sebuah
sweet moment di sela-sela kehidupan saya. Ketika seorang anak lelah dan
terlelap dengan kacamatanya, lalu sang Ibu Bapak melepaskannya, saya pikir itu
sudah cukup menunjukkan cinta kasih orang tua saya. Sayangnya, saya baru
menyadari itu semua beberapa hari ini.
Kalau dipikir-pikir, apa yang
dilakukan Ibu Bapak saya memang hal biasa dan teramat sederhana. Tapi dari
benda dan hal sederhana inilah saya mulai belajar memahami makna cinta kasih
kedua orang tua dalam bentuk sederhana. Bahwa cinta kasih orang tua tidak
selalu ditunjukkan dengan hal-hal besar dan mewah. Bahwa kadang, atau bahkan
lebih sering kasih dan sayang dapat dicurahkan melalui perilaku-perilaku kecil
dan teramat sederhana.
Ini baru kacamata, satu benda kecil
yang secara kasat mata hanya berfungsi sebagai alat bantu pengelihatan saya.
Bagaimana dengan benda-benda sederhana lainnya atau dengan tindakan-tindakan
kecil lainnya yang orang tua berikan kepada kita seperti menyiapkan makan
setiap pagi, menelpon atau sms saat kita pulang terlambat, mengingatkan kita
agar tidak terlalu banyak beraktivitas dan memikirkan istirahat, dan banyak
lainnya?
Kenyataannya, apa yang dilakukan Ibu
Bapak kita memang lumrah dilakukan sebagai orang tua dan sudah teramat biasa.
Tapi di balik itu semua, ada cinta, kasih, dan sayang yang tiada dua.
Sekarang, mari kita hampiri kedua
makhluk mulia itu. Cium kening dan tangannya. Lalu ucapkan, "Ibu, Bapak,
terima kasih atas cinta kalian selama ini".
Semoga Tuhan selalu menjaga kedua
orang tua kita dan menjadikan kita anak yang senantiasa berbakti pada keduanya.
Amin.
-Fatinah Munir-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar